SMS, Rahasia yang tak Terjaga
March 18, 2009 · Print This Article
Sepanjang hidup, cukupkah kita dijaga oleh satu cinta? Aku pasti menjawab ‘Cukup!’ Atau, dicukup-cukupkan. Aku juga percaya, meski usiaku masih jauh dari pengenalan cinta, pendapatku itu pasti disetujui banyak orang. Satu cinta adalah tanda setia. Satu cinta adalah tanda penyerahan diri yang utuh pada seseorang, tanpa rahasia. Semuanya. Semua-muanya. Dan aku percaya, Papa pun telah lama mencukupkan dirinya dengan hanya satu cinta dari Mama.
Tapi ternyata Mama tidak.
Aku menemukan rahasia itu tak sengaja. Dari sebuah SMS.
Sebuah SMS dari satu telepon. Sebuah telepon yang menyimpan satu SMS yang sempat kubaca, dan ratusan SMS lain yang belum sempat kubuka.
Tapi satu SMS itu pun sudah cukup membuatku menjerit: Mama telah tak setia.
Dan semua adalah salahku.
Sore itu, aku berjanji bertemu dengan Papa di sebuah mal. Karena Papa pulang agak telat, aku diminta menunggu di suatu tempat. Sebelum berangkat, aku kirim SMS ke Papa. Tapi gagal. Kucek, pulsaku ternyata telah karam. Takut Papa teraniaya, aku pun meminjam ponsel Mama. “Di meja kerja,” teriak Mama, yang tengah mandi.
Aku segera menemukan ponsel Mama. Segera kuketikkan nama sebuah kafe, dan kukirim ke Papa. Tapi, pada saat itulah, aku mendengar suara SMS masuk. Bukan. Bukan ke ponsel yang aku pegang. Tanda SMS itu keluar dari ponsel yang lain, yang aku tak tahu di mana.
Barangkali, seharusnya aku abai pada suara itu. Dan bergegas keluar dari ruang kerja. Tapi aku justru segera mencari, dan menemukan asal suara itu: dari tas Mama. Aku juga tak meminta izin Mama untuk membuka tasnya. Padahal, dari kecil, tak pernah kami berani membuka milik pribadi siapa pun di rumah ini, tanpa diizinkan. Aku tak tahu, mengapa tiba-tiba saja menarikkan resluiting tas itu. Barangkali aku kaget, ternyata Mama punya lebih dari satu ponsel. Mungkin aku telah curiga.
Tuhan, betapa jahatnya aku. Kepada Mama pun aku curiga.
Tapi kecurigaan itu ada hasilnya. Di tas itu, ada ponsel. Refleks, aku buka SMS itu. Dari “Masku”. Mama punya Mas? Siapa? Bukankah Mama anak tertua? Kupencet, dan pesan itu terbuka: “Dik, nanti pake lingerie yang merah transparan itu, ya?”
Deg!
Dadaku seperti dipukul puluhan palu. Sesak sekali. Tanganku gemetar. Ponsel itu nyaris terlepas dari genggamanku. Mama, Mama… punya seseorang yang memanggilnya “Dik”? Seseorang yang memintanya memakai lingerie? Ya Tuhan….
Airmataku tiba-tiba telah menggenang. Dan dalam mata kaburku, kulihat puluhan SMS lain, hanya dari satu pengirim “Masku”. Mama telah lama berhubungan dengan lelaki itu. Mama telah lama menyimpan rahasia itu. Mama telah lama telah tak setia. Mama telah lama telah mengkhianati Papa.
Dadaku kian sakit, airmataku makin berloncatan.
Kuhapus SMS yang kubuka tadi, kukembalikan ponsel itu ke tempatnya semula. Segera kuhapus airmata, ketika kudengar teriakan Mama, “Ila…, ayo berangkat, jangan membuat Papamu menunggu. Kasihan…”
Kasihan? Mama yang tidak kasihan dengan Papa. Mama! Bukan aku.
Segera aku bergegas. Kuhampiri Mama tanpa menatap wajahnya. Aku takut, Mama dapat melihat airmataku, dan curiga. Aku tak ingin Mama tahu kalau aku telah menemukan rahasianya. Kucium tangannya tanpa suara. Aku tak ingin Mama mendengar isak di antara pamitku. Setengah berlari, selepas pintu, tangisku pecah lagi.
Di sepanjang jalan, dalam angkot, kukuatkan hati. Aku tak boleh menunjukkan wajah sedih. Aku tak boleh membuat Papa bertanya, “Ila, ada apa?” Aku harus tabah. Aku harus membiarkan rahasia itu tersimpan dulu. Aku harus mencari tahu, siapa lelaki itu. Siapa lelaki yang telah membuat Mama tega mengkhianati Papa. Aku harus membuat Mama kembali ke Papa, tanpa Papa harus tahu tentang kesalahan Mama. Aku tak ingin keluarga ini berantakan. Ya, aku harus gembira. Harus. Papa tak boleh melihat apa pun di wajahku.
Tapi niat itu tak terlaksana. Begitu melihat Papa berdiri, aku telah lupa diri. Seperti terbang, aku berlari, memeluknya, dan… menangis. Entah kenapa, melihat Papa, tiba-tiba dadaku sakit sekali. Aku merasa tak pantas Papa dikhianati. Sangat tak pantas.
“Ila, Ila, ada apa? Ehh, ehh, kok menangis begitu. Hey, Ila… Lho?” Suara Papa yang bingung memasuki telingaku.
Mungkin 10 menit aku tergugu di dada Papa. Kunikmati belaiannya di kepalaku. Lalu, ketika sesak di dadaku sedikit berkurang, kulepaskan tanganku dari pinggangnya. Kemeja Papa basah. Kulihat Papa merogoh sakunya, dan menyodorkan saputangan. “Tuh, lap dulu ingus kamu. Sudah gadis kok masih suka nangis.”
jadi yang sms siapa? arghhhhh…..
*menuntut dengan sangat dilanjutkannya cerita ini*
lha, ya tanya ke Ila dong? diriku mana tahu?
kayaknya aku juga setuju jika ceritanya diterusin nyampe tuntas…
sippp dah!
Halo mas, salam kenal, aku fans berat blog ini. Ceritanya bikin penasaran dech, moga-moga si Ila cuma suuzon aja. Barangkali itu hp teman mamanya yg ketinggalan, trus dibawain deh ama si mama?
thanks lely. belum tahu juga apakah suuzon atau nyata. biarkan saja Ila yang bercerita, ya?
eh, blog kamu difungsikan dong, cerita2 dari belanda tentu seru juga.
setuju dengan yang lain, tulisan ini telah sukses memukau saya, maka tak ada kata lain selain: LANJUTKAN!! (seperti gaya kampanye PD yang mndukung SBY) hehe…
wah, jadi gak PD, nih!
yach ceritanya buat penasaran gimana dong happy endingnya????? bang?
chika, bertanya kok gimana happy endingnya? itu kan jawaban.
waow kutunggu happy endingnya mas jd penasaran…..
sepertinya sad ending. maaf…
wah..
aku kuwi jan neng nang website njenengan.. bingung
akeh men sing arep di klik…
arep ninggal i pesen diluar topik..
ora ana nggon e..
dadi yo kepeksa ninggal tulisan nang kene..
..
thanks comments njenengan di tempatku..
ttg si mata elang kuwi..
aku ki jan ra bakat dadi penulis fiksi..
arep menggak menggok ra iso..
dadi yo critane mandeg nang kono..
heheh
wong kuwi dudu karangan..
tp kisah nyata.. wakakakak!
arep tak puter puter ben rada dawa ra iso..
yo mergo kisah nyataku mbiyen..
pas critane mandeg yo mandeg greg..ra iso tak karang maneh..
…
mungkin suwe suwe iso koyok njenengan nek nulis..
iso muter muter nggawe pembaca penasaran…
..
salam.. sukses..
walah! bahasane si ibu, membuat rikuh saja
penasaran….. tapi aku husnudzon aza sama mama Ila ini, kayaknya ponsel yang lain itu khusus buat berhubungan dengan papa Ila, jadi “Masku” itu ya papanya Ila.
wah, semoga bener deh, sehingga ila tak sedih lagi
Ceritanya bagus, bikin penasaran. Retno….aku suka bahasamu…^^
lha, ceritanya yang bagus, bahasa bu retn0 yang dipuji, hahahahahhahaa
ini cerpen ya? ato kisah nyata?
dibuat lebih panjang kalo cerpen.
lha, cerpen kok malah dibuat lebih panjang, kan nanti jadi cerpan? ono-ono wae
wah cerita yang bikin penasaran.
Iklan dulu ya mas….(TV mode ON)
monggo dilanjut, ditunggu lho
sabar, biarkan ila menangis dulu
jadi, lanjutannya mana nih mas? ditungguin loh, hehe…
piye tah, kan sudah ada lanjutannya broer…
Ibunya dah punya anak gadis masih demen pake lingerie. Jadi pengen tau bentuk badan ibunya :))
jangan cemburu, neng. apalagi membandingkan dengan diri sendiri, hahahaha
apa kabar, mas ia? pengen rajin nulis kyk mas ia, tp kadang-kadang hari lewat cepet bgt. hehe. mas, maaf, waktu itu aku salah kirim e-mail. tiba2 udah ke-sent ke mas ia. maaf ya. –jangan2, yg di hp mamanya ila itu juga orang salah kirim sms. ;P
halah! aku malah ra ono rajine, hahaha….. dikau itu yang top markotop, sampai punya banyak buku (tapi pelit, ga mau ngirimi, hahaha) jangan bilang kudu beli! ;))
ga seru.