Berani Melewati Kesakitan

November 28, 2008

HANYA sebuah pukulan, dan hidup Sarah berubah selamanya. Pukulan itu bukan hanya membuat hidung Sarah, “Seakan meledak, darah bercipratan ke mana-mana,” kenangnya, melainkan juga menumbuhkan kesadaran bahwa kekerasan itu harus jadi yang pertama dan terakhir. Sarah memutuskan berpisah. Lelaki itu dia maafkan, tapi hubungan asmara mereka tak perlu diselamatkan.

Sarah kehilangan cinta. Juga rupa.

Hidungnya patah. Sebuah operasi membuat wajahnya tambah parah.

“Saya ingin sembunyi. Dunia rasanya tak sama lagi. Saya merasakan ada yang salah dengan diri saya.”

Usianya baru 19. Remaja. Dunia terasa sudah mengabaikannya.

Tapi Sarah bukan remaja yang putus asa. Jika dua perceraian –sebelum usianya 19– tidak dapat menjatuhkannya, apalagi sebuah pukulan. Sarah mulai memikirkan jalan untuk mengejar kebahagiaan. Suatu pagi, dia melihat kepompong kosong, dan kupu-kupu yang terbang. Sarah tersenyum. Sebuah rencana melintasi benaknya. Satu keputusan telah dia bulatkan.

Sarah ingin menjadi boneka.

Boneka yang cantik. Selalu muda. Punya banyak pemuja. Dikenali seantero dunia.

Barbie.

Ya. Sarah ingin menjadi Barbie.

Barbie yang berbahagia.

Sarah pun memermak diri. 592 juta rupiah dia keluarkan untuk mengubah hidung, melicinkan wajah, dan memudakan pauh pipi. 490 juta dia buang untuk memermak payudara; membulat-kencangkan dan memindah letak puting. 555 juta untuk memperbaiki tulang dagu, dan sekitar 230 juta untuk mengencangkan dan mengangkat lemak di perut. Entah berapa rupiah untuk memperbaiki pantat, tangan, paha, dan kaki, juga tentu sikembar labia. Total, 100 operasi itu menghabiskan 16,8 miliar rupiah.

Bukan hanya kehilangan uang, Sarah juga mendapatkan kesakitan. “Kukira, kita harus mau melewati berbagai kesakitan untuk mendapatkan kegembiraan.”

100 kali operasi. Sarah belum mau berhenti. Sayatan pisau itu membuatnya sakau, ketagihan. Tapi tentu bukan itu alasan utama. Sarah percaya, operasi itu telah menghentikan jalaran usia di tubuh dan kulitnya. Di rumahnya, di St Neots, Cambridgeshire, Inggris, Sarah tinggal bersama tiga putrinya, yang bangga akan keberanian yang diambil ibu mereka. “Tak ada yang menyangka kalau saya seorang ibu dengan anak tertua berusia 23,” ucapnya, bangga.

Usianya 50 kini. Tubuhnya masih seseksi remaja, kulitnya sesegar janda. Mimpinya pun menyata, Sarah Burge menjelma jadi “The Real Barbie”. Dia punya acara teve, dan dapat keliling dunia, sebagai utusan pesan, agar setiap wanita berani mewujudkan mimpinya, menjadi apa saja. Agar wanita berani mengejar kebahagiannya, dan hidup dalam kegembiraan. Bahwa kegembiraan hidupmu ditentukan oleh setiap keputusan yang engkau ambil.

Satu pukulan saja, dan Sarah menemukan pelita.

100 kali operasi, Sarah pun jadi pelita.

“Kita harus mau melewati berbagai kesakitan untuk mendapatkan kegembiraan.” Betapa benar ucapannya. Betapa berani tindakannya.

2/

BERADA dalam kegembiraan adalah keputusan yang engkau pilih.

Rossa, barangkali, mengerti frasa itu. Tiga bulan lalu, sehabis pengajian, dia berlari dan menangis. Jiwanya guncang, ketika ustad Jefri mendoakan agar rumah tangganya bahagia. Doa yang mereka panjatkan itu membuat Rossa tahu, betapa banyak yang peduli pada dirinya, dan berharap dia berbahagia, bergembira.

Tapi dari mana kegembiraan itu datang, jika rumah tangganya telah lama hanya berjalan karena ikatan, bukan getar asmara. Yoyok, suaminya, tertangkap kamera mendua. Kepercayaan di antara mereka pun karam. Rossa mencoba menyimpan luka itu sendirian. Ia belajar bertahan.

Bertahan dalam situasi seperti itu, barangkali adalah kepompong yang tak menetas jadi kupu-kupu. Perlahan tapi pasti, Rossa melepaskan diri dari situasi itu. Posisinya bergerak, tak lagi berproses sebagai seorang istri, tapi menjadi sosok ibu. “Saya sekarang hidup untuk Rizky Langit Ramadhan,” begitulah ucapnya, suatu kali.

Bagaimana dengan sang suami, Yoyok Padi? Rossa hanya tersenyum. Tak mengucapkan apa pun.

Tapi senyum itu mengatakan banyak hal. Rossa telah memilih.

Ia juga memilih tak lagi melibatkan Yoyok dalam banyak jalannya. Ketika memenangi SCTV Award, tak sekalipun dia menyebut nama suaminya, sebagai orang yang berjasa. Dia menyebut nama anaknya, lalu orangtuanya.

Yoyok, bagi Rossa, mungkin jalan menuju kesedihan. Rossa tidak melupakannya, cuma meninggalkannya.

Itulah sebabnya, tak ada paras sedih ketika dalam konser tunggal bertajuk “Persembahan Cinta”, Yoyok tak berada di sisinya. Di panggung itu, Rossa bernyanyi dari sisi panggung gelap, lalu bergerak menuju sisi lain panggung yang bersiram cahaya. Rossa seakan menegaskan metamorfosa dirinya, bahwa gulita kepompong itu telah terbuka. Di pentas itu, lihatlah, bibirnya lebih banyak melahirkan tawa. Rossa mungkin telah mampu melewati kesakitan itu…

3/

TORA Sudiro. Tampan. Terkenal. Kaya. Bertato. Dalam dirinya tersimpan 7 kriteria lelaki idaman wanita. Tapi, Anggie Kadiman tak melihat lagi hal itu. Telah lama dia diam, berpikir. Dan di suatu titik, dia memutuskan memilih untuk menemukan kegembiraannya, sendiri. Tora dia ogahi.

Anggie memilih bercerai.

“Kami sama-sama menyadari, hubungan kami sudah kadaluwarsa,” kata Dewi Lestari, menyangkut perceraiannya dengan Marcel. Entah kenapa, ucapan itu terasa juga gaungnya untuk Anggie.

Setahun lebih tak serumah –tentu tanpa mendapat nafkah cinta– Anggie merasa sudah cukup dia bersitahan dengan rasa sakit dan harapan. Keadaan harus berubah. Tora barangkali milik dunianya, dengan segenap tawa dan kelucuannya. Tora mungkin telah lama dimiliki Amalia.

Di persidangan pertama, Anggie sudah berkata, tak ada lagi kemungkinan untuk bertahan. Dia telah memutuskan untuk berjalan dari rasa sakit itu, untuk melepaskan diri.

4/

DAN kini Okie. Dia hamil. Di tubuhnya masih berdiam benih asmara yang kian membesar. Buah cinta, yang dia tumbuhkan bersama Pasha, sebagai janji untuk menebalkan ikatan antara mereka yang pernah guyah.

“Nanti kami akan buat lagi,” begitulah janji Okie, ketika keguguran anak ketiga, beberapa waktu setelah rumah tangganya diributkan kabar perselingkuhannya dengan Idea Pasha Marvel. Janji itu seakan peneguhan, bahwa yang pernah retak, akan direkatkan, yang terluka akan disembuhkan.

Tapi luka itu mungkin tak pernah disembuhkan. Keretakan itu barangkali tak pernah dapat direkatkan. Dua jiwa itu bersimpang jalan. “Saya lebih suka Pasha yang dulu,” katanya suatu waktu.

“Saya menikahi Okie karena berpikir kalau tidak cepat, pasti akan disambar lelaki lain. Dia perempuan yang mengerti dan memahami saya,” kenang Pasha.

Tapi Okie justru tak lagi mengenali Pasha. Telah lama, seperti kata “Kabar-Kabari”, Okie tak terlihat tertawa. Okie barangkali telah dilupakan bahagia. Dan karena Pasha tak lagi memberi, Okky pun memutuskan untuk mencari kegembiraan sendiri.

5/

SARAH Burge, melakukan hal yang tak terbayangkan untuk mewujudkan mimpinya, hidup dalam kegembiraan. Rossa meninggalkan kotaknya, dan melesat bersama cahaya. Anggie melepaskan Tora, lelaki yang di “Extravaganza” selalu membuat orang lain tertawa, tak lagi mampu menerbitkan bahagia di rumah tangganya. Okie mencoba menarik diri dari Pasha.

Empat perempuan. Mereka digerakkan oleh satu semangat, bahwa hanya dengan berani melewati kesakitan, kegembiraan akan dapat dijelang. Melewati, dan bukan mendiami. Melewati berarti bergerak, bertindak, berbuat. Dalam proses melewati itu, mereka percaya kegembiraan telah menunggu, bersiap merangkuli. Karena mereka memang berani.

[Esai di atas telah dimuat sebagai "Tajuk" di tabloid Cempaka, Sabtu 29 November 2008]