Komposisi Kau dan Aku

July 28, 2009

kubiarkan cahaya bintang memilikimu
kubiarkan angin yang pucat
dan tak habis-habisnya gelisah
tiba-tiba menjelma isyarat, merebutmu
entah kapan kau bisa kutangkap

[nokturno - sapardi djoko damono]

/1/

sore yang berbeda. kau datang ke pikiranku lewat puisi-puisi sapardi, yang dinyanyikan dua-ibu: tatyana dan reda. hujan di luar. dingin. dan lagu “hujan bulan juni” –kenapa tidak gerimis saja– memberi aksentuasi nyeri pada ujung juli ini, dengan “dihapuskannya jejak-jejak kakinya yang ragu-ragu di jalan itu“. akankah jejakku terhapuskan juga dari halaman hatimu?

/2/

kukenang percakapan kita. di riuh ruang maya, sms panjang, jauh tengah malam. ada yang tiba-tiba tanggal, ingatanku tentang peta yang kita pegang.

“kenapa kita bertemu di separuh jalan?”

kau diam.

kutemani kau melangkah, dalam tawa-tangis, berharap ujung jalan ini tak ada. kita mencoba tak mengingatnya ada. tapi, sungguhkan pikiran bisa dibersihkan dari kenyataan? dan mata dari kepedihan? atau begini barangkali memang hidup harus dijalani. “…dan karena hidup itu indah, aku menangis sepuas-puasnya.”

/3/

barangkali, nasib kita berjalan dalam komposisi sapardi. bukankah pernah kukatakan padamu tentang hatiku yang selembar daun? kau tertawa waktu itu. kini kita tahu, memapasmu di separuh jalan, adalah menikmati kebersaatan yang menjadi abadi. ahh-, jadi ingin kuberikan lagi pada telingamu lagu ini:

hatiku selembar daun melayang jatuh di rumput.
nanti dulu, biarkan aku sejenak
berbaring di sini:
ada yang masih ingin kupandang,
yang selama ini senantiasa luput.
sesaat adalah abadi, sebelum kausapu
tamanmu setiap pagi
“.

aku akan mencari abadi itu, dalam sesaat. setiap pagi, siang, senja dan malam, seperti yang telah kita lakukan selama ini. jadi, tolong buang sapumu…
/4/

kau mungkin tak akan kudapat.

ya. tak akan kudapat.

aku hanya mengantarmu, sampai ke ujung itu. tapi, aku akan merebutmu, meski “entah kapan kau bisa kutangkap“. yang penting, aku telah melakukannya, dan itu bukan sesuatu yang sia-sia. karena aku tahu, “…cinta kita mabuk berjalan, di antara jerit bunga-bunga rekah“.