karena kata adalah istana

November 17, 2010

debar, masihkah kau sehangat dulu? seperti lesatan mentari yang memasuki kamarku dari sempit ventilasi pagi?

subuh ini, tubuhku membukai kenangan percakapan sepanjang malam, dalam lagu dua ibu, segarit tompi, juga float. aku ingat “pulang”.

dan lalu
rasa itu tak mungkin lagi kini
tersimpan di hati
bawa aku pulang rindu
bersamamu

dan lalu
air mata tak mungkin lagi kini
bicara tentang rasa
bawa aku pulang
sekarang

jelajahi waktu ke tempat berteduh
hati kala biru

debar, masihkah sempat kau putar lagu itu? di kasur ini, masih kuingat mutiara yang kau goreskan di sampul CD itu? “ini lagumu, Ia… lagu yang menggambarmu di benakku. lagu yang mengantarku pada hujanmu. lagu yang tanpa sengaja kulekatkan di bajumu. mungkin karena biru adalah dirimu. tapi, ini juga lagu kita. mungkin karena kata adalah istana…”

ya, kata adalah istana: kita pernah abadi di dalamnya. tapi kata-kata juga siksa: ia memberi kita ingin, hasrat, tapi tak mencukupkan. selalu ada yang luput,mrucut. aku acap merasa, meski kita sama tahu, rasa itu tak pernah seluruhnya sampai. kata memang jembatan, tapi tak mengantar ke tujuan. karena di seberang kata, kita bertemu penjara: takdir.

dan kita bertemu dalam takdir yang sudah beku. tak mampu diurai, tak bisa dicair-bentuk-baru.

maka kita pun berjumpa dalam kenaifan yang dewasa. kata-kata kita wujudkan hanya di dalam mata.

“ini bukan dosa kan, ia?”

engkau tahu mengapa adam dan hawa dilempar dari surga? ya, karena tiap pertemuan mereka berubah menjadi dosa. tapi ketika di dunia, kerinduan mereka menghapus dosa, juga dusta. dan kini, akulah adam itu, kuharap engkau menjadi hawa. dan kita bertemu untuk “jelajahi waktu ke tempat berteduh kala hati biru”.

jauh dari surga, aku hanya ingin kita menjadi manusia. sesekali, tentu boleh kita berdusta, berdosa, bercinta. karena aku mau, dalam makna yang paling sempurna, kita diikat kasih.

kutunggu

http://www.youtube.com/watch?v=vl8ngWHR0JM